Batu Rubi yang Retak

Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu rubi yang sangat indah. Raja sangat menyayangi, mengaguminya, dan hatinya puas karena merasa memiliki sesuatu yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu rubi itu kepada istri tercinta. 


Tetapi saat batu itu dikeluarkan dari tempat penyimpanan, terjadi kecelakaan sehingga batu itu terjatuh dan tergores retak cukup dalam.



Raja sangat kecewa dan bersedih. Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut.



Mohon ampun, Baginda. Goresan retak di batu ini tidak mungkin bisa diperbaiki. 

Kami tidak sanggup mengembalikan seperti keadaan semula. Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan sayembara, mengundang seluruh ahli permata di negeri itu yang mungkin waktu itu terlewatkan.


Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh, mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang sangat tidak meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar ada keributan, sang raja memerintahkan untuk menghadap.



“Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena kerusakan batu rubi kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencoba memperbaikinya. ”



“Baiklah, niat baikmu aku kabulkan,” kata baginda sambil memberikan batu tersebut.



Setelah melihat dengan seksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, “Saya tidak bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu rubi retak ini menjadi lebih indah.”



Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa tidak ada yang bisa dilakukan lagi dengan batu rubi itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai memotong dan menggosok.



Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata rubi yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira, “Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri, sungguh cocok sebagai hadiah.”




Si ahli permata pun pulang dengan bahagia & gembira. Bukan karena besarnya hadiah yang dia terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah membuat raja yang dicintainya berbahagia.


Di tangan seorang yang ahli, benda cacat bisa diubah menjadi lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain.


Tidak ada yang manusia yang sempurna di dunia ini, selalu ada kelemahan besar maupun kecil. Tetapi jika kita memiliki kesadaran dan tekad untuk mengubahnya, maka kita bisa mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada sekaligus mengembangkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki sehingga keahlian dan karakter positif akan terbangun. Dengan terciptanya perubahan-perubahan positif tentu itu merupakan kekuatan pendorong yang akan membawa kita pada kehidupan yang lebih baik dan bernilai!

Dengan kata lain, Tuhan selalu ada di setiap ciptaanNya. Tuhan mau membantu si raja untuk memberikan hadiah kepada istri tercintanya, si raja berpikir batu rubinya yang terbaik untuk istrinya tetapi Tuhan mengatakan bukan, tetapi mawar dari batu rubi yang terbaik untuk istrinya.


Kadang kala di dalam hidup kita, kita mendapat sesuatu yang tidak enak contoh seperti raja mendapatkan batu rubi yang indah dan rusak, rusak itu cara Tuhan mengantarkan menjadi mawar indah dari batu rubi, jika kita berada di posisi seperti raja itu, percaya, berdoa, dan berusahalah yang terbaik, berpikir positif, Tuhan pasti punya rencana terbaik untuk hidup kita, penderitaan pasti ada, harus kita lewati untuk mendapatkan yang terbaik dari Tuhan.


Jangan negatif thinking dan mengeluh dalam menghadapi cobaan dalam hidup ini, ngomong emang gampang, tetapi terbukti di dalam penderitaan selalu ada kemuliaan Tuhan, God Bless


Sumber Nathania




Bocah & Perampok - True Story

Moore adalah seorang dokter terkenal dan dihormati, melalui tangan dan prestasinya sudah tidak terhitung nyawa manusia yang diselamatkan, dia tinggal di kota tua di Perancis. 20 tahun yang lalu dia adalah seorang narapidana, kekasihnya mengkhianati dia lari kepelukan lelaki lain karena emosi kemudian Moore melukai lelaki tersebut, maka dia dari seorang mahasiswa di universitas terkenal menjadi seorang narapidana dan dipenjara selama 3 tahun.

Setelah dia keluar dari penjara, kekasihnya telah menikah dengan pria lain karena statusnya
sebagai bekas narapidana menyebabkannya ketika melamar pekerjaan menjadi bahan ejekan dan penghinaan. Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan akan menjadi perampok. Dia telah mengincar di bagian selatan kota ada sebuah rumah yang akan menjadi sasarannya, para orang dewasa dirumah tersebut semuanya pergi bekerja sampai malam baru pulang kerumah, didalam rumah hanya ada seorang anak kecil buta yang tinggal sendirian.

Dia pergi kerumah tersebut dan mencongkel pintu utama membawa sebuah pisau belati, masuk ke dalam rumah, sebuah suara lembut bertanya, Siapa itu? Moore sembarangan menjawab, Saya adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepadaku.

Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata, “Selamat datang, namaku Kay, tetapi 
papaku malam baru sampai ke rumah, paman apakah engkau mau bermain sebentar dengan 
saya?” Dia memandang dengan mata yang besar dan terang tetapi tidak bisa melihat apapun, 
dengan wajah penuh harapan, di bawah tatapan memohon yang tulus, Moore lupa kepada 
tujuannya, langsung menyetujui.

Yang membuat dia sangat terheran-heran adalah anak yang berumur 8 tahun dan buta ini 
dapat bermain piano dengan lancar, lagu-lagu yang dimainkannya sangat indah dan ceria, 
walaupun bagi seorang anak normal harus melakukan upaya besar sampai ke tingkat seperti 
anak buta ini.

Setelah selesai bermain piano anak ini melukis sebuah lukisan yang dapat dirasakan didalam dunia anak buta ini, seperti matahari, bunga, ayah-ibu, teman-teman, dunia anak buta ini rupanya tidak kosong, walaupun lukisannya kelihatannya sangat canggung, yang bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi dia melukis dengan sangat serius dan bermakna.
Paman, apakah matahari seperti ini? Moore tiba-tiba merasa sangat terharu, lalu dia melukis di telapak tangan Kay beberapa bulatan, Matahari bentuknya bulat dan terang dan warnanya keemasan.
Paman, apa warna keemasan itu? Kay mengarahkan wajahnya yang mungil bertanya, Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ketempat terik matahari, Emas adalah sebuah warna yang sangat cerah, bisa membuat orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa memberi kita kekuatan.
Anak buta ini senang dengan tangannya meraba ke empat penjuru, Paman, saya sudah merasakan, sangat hangat, dia pasti akan sama dengan warna senyuman paman. Moore dengan penuh sabar menjelaskan kepadanya berbagai warna dan bentuk barang, dia sengaja menggambarkan dengan hidup, sehingga anak yang penuh imajinasi ini mudah mengerti. Anak buta ini mendengar seluruh cerita dengan sangat serius, walaupun buta, tetapi rasa sentuh dan pendengaran anak ini lebih tajam dan kuat daripada anak normal, tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat.
Akhirnya, Moore teringat tujuan kedatangannya, tetapi Moore tidak punya keinginan lagi merampok. Hanya karena kecaman dan ejekan dari masyarakat dia akan melakukan kejahatan lagi, berdiri di hadapan Kay dia merasa sangat malu, lalu dia menulis sebuah catatan untuk orang tua Kay,

“Tuan dan nyonya yang terhormat, maafkan saya mencongkel pintu rumah kalian, kalian adalah orang tua yang hebat, dapat mendidik anak yang demikian baik, walaupun matanya buta, tetapi hatinya sangat terang, dia mengajarkan banyak hal dan juga membuka pintu hati saya.”

Tiga tahun kemudian, Moore menyelesaikan kuliahnya di universitas kedokteran dan memulai karirnya sebagai seorang dokter.

Enam tahun kemudian, Moore dan rekan-rekannya mengoperasi mata Kay, sehingga Kay bisa melihat keindahan dunia ini, kemudian Kay menjadi seorang pianis terkenal, dan mengadakan konser ke seluruh dunia, setiap mengadakan konser, Moore selalu berusaha menghadirinya, duduk disebuah sudut yang tidak mencolok, mendengarkan music indah menyirami jiwanya yang dimainkan oleh seorang pianis yang dulunya buta.

Note:
Moore mengalami kecewa berat terhadap dunia dan kehidupannya, semangat dan kehangatan Kay kecil yang buta ini yang memberikan Kasih dan harapan kepadanya, Kay kecil yang tinggal didalam dunia yang gelap, sama sekali tidak pernah berputus-asa dan menyia-nyiakan hidupnya, dia membuat orang menyadari betapa besar nilai  kehidupan ini dan semangat ini menyentuh ke dasar hati Moore.

Seorang anak kecil yang buta dapat mengubah niat dosa seseorang menjadi pertobatan. Bukan itu saja dikemudian hari mukjizat terjadi pada anak kecil buta itu menjadi dapat melihat, dan bukan cuma itu, impiannya menjadi Pianis juga terwujud dan yang bertobat bisa menjadi tangan untuk membuat mukjizat Tuhan dan maybe ribuan orang yang telah disembuhkan dari tangannya, dan ribuan keluarga dan banyak sekali Kemuliaan Tuhan berbuah, Karena Kasih Tuhan ada di dalam hati jiwa raga seorang Kay.  Begitu besar luar biasanya Tuhan Sang Pencipta kita, Penebus dosa kita, Thanks for the life for us :)




Petrus 4:8
Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.
1 Korintus 13:13
Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Sumber : http://renunganhidup.com




Pengampunan Dari Keluarga 5 Misionaris - True Story

Lima puluh tahun yang lalu lima orang misionaris yang melayani suku India Waodani di pedalaman hutan Ekuator dibantai dengan tombak hingga mati.
Kelima misonaris itu adalah Nate Saint, Jim Elliot, Pete Fleming, Ed McCully dan Roger Youderian. Pada saat itu para misionaris ini masih berusia di bawah 35 tahun.
Beberapa tahun berikutnya peristiwa pembantaian itu pun menimbulkan efek yang sangat dramatis. Foto-foto yang penuh sensasi tentang pembantaian itu menghiasi majalah   Life  dan   Time.
Dan lima puluh tahun berlalu. Siapa sangka ternyata pengorbanan kelima misionaris itu membuahkan sesuatu.
Steven Saint, putra dari salah satu korban Nate Saint menulis dalam bukunya ‘End of Spear’ tentang riwayat hidup sang ayah dan dampak dari pelayanan yang dia dan rekan-rekannya lakukan di hutan Ekuator itu. Saat ayahnya dibunuh Steve baru berusia 5 tahun.
Tahukah kamu bahwa dimasa dewasanya, Steve malah kembali layani suku Waodani, yang jelas-jelas sudah membunuh ayahnya. Dia menuturkan bagaimana pengampunan dan perdamaian sudah menang atas kebencian yang memenuhi hatinya.
 Kematian sang ayah mungkin bukan sesuatu yang mudah diterima, terutama bagi ibunya. Tapi Steve bercerita bagaimana sang ibu justru terus berdoa bagi orang-orang yang sudah membunuh suaminya dan keempat misionaris lainnya.
Tak lama setelah pembantaian kejam itu, tante Steve, Rachel Saint, bersama dengan salah satu janda korban Elisabeth Elliot menghabiskan banyak tahun tinggal bersama suku Waodani untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulai oleh kelima misionaris itu.
Saat diwawancarai belum lama ini Steve mengatakan, “Saya memiliki warisan pengampunan dari orang tua saya, dari keempat janda yang lain dan juga dari suku Waodani itu sendiri. Ia kemudian melanjutkan, “Itu tidak berarti saya tidak merasa kehilangan – rasa sakit akibat kehilangan ayah sangatlah pedih. Tetapi karena ibu saya terus mendoakan mereka, di saat saya menemui mereka, saya tidak memikirkan mereka sebagai orang yang telah membunuh ayah saya, tetapi sebagai orang yang paling spesial di dunia ini.”
Pelayanan yang dimulai sang tante yang membawa Steve terlibat melayani melayani suku Waodani. Dan setelah tantenya meninggal pada tahun 1994, Steve bersama keluarganya pindah dan tinggal di antara suku Waodani selama satu setengah tahun. Kelima misionaris yang dibantai itu terdiri dari 6 orang. Tiga diantaranya masih hidup sebagai penatua gereja, hal yang paling ajaib adalah salah satu orang yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya, Mincaye, sekarang merupakan kawan akrabnya dan anak-anaknya menganggap Mincaye seperti kakek mereka sendiri.
 Tahun 2001 terjadilah sepasang suami istri, Gracia dan Martin Burnham yang disandera oleh kelompok militan di Selatan Filipina. Mereka adalah misionaris dari Amerika yang diutus oleh New Tribes Mission. Dalam operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah Filipina untuk menyelamatkan mereka, Martin terbunuh dan Gracia berhasil diselamatkan. Beberapa tahun setelah itu Steve sempat bertemu dengan Gracia dan anak-anaknya yang sekarang harus dengan tabah melanjutkan hidup tanpa sosok ayah.
Gracia meminta Steve untuk berbicara kepada anak-anaknya. Steve yang pernah mengalami hal yang sama memberitahu mereka, “Hidup kita akan mempunyai bab-bab yang susah, tetapi biarlah Tuhan yang menulis ceritanya dan janganlah menghakimi sebelum kita membaca bab yang terakhir.”
Kisah kehilangan yang dialami Steve mengajarkan dia banyak hal. Bukan untuk membenci pelaku, malah berkat doa sang ibu para pelaku pembunuhan akhirnya bertobat dan melayani Tuhan.
Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa kita tidak tahu apa yang akan Tuhan lakukan atau apa yang telah Tuhan Rencanakan untuk kita. Kematian kelima misionaris itu Tuhan dapat bekerja secara luar biasa entah di dalam hidup keluarga korban maupun di suku Waodani. Hal ini tidak akan terjadi jika keluarga korban tidak mengikuti jejak Yesus dengan mengampuni dan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Tidak akan ada perdamaian tanpa pengampunan dan pengampunanlah yang justru telah menyelamatkan mereka dari kepahitan.
Di sisi lain, mungkin akan ada orang yang berpendapat, tidakkah harga yang harus dibayar oleh kelima misionaris itu terlalu tinggi?
Menurut pemikiran Steve, kelima misionaris itu tidaklah merasakan bahwa harga yang mereka bayar itu terlalu tinggi. Bagi mereka, menjangkau suku terpencil yang belum pernah mendengar Injil adalah tugas yang sangat penting dan resikonya memang layak ditanggung, sekalipun mereka harus kehilangan nyawa.




Madame Chong - Pangsit Wanchai Wharf

Chong dilahirkan di sebuah keluarga miskin di Rizhao, Provinsi Shandong 1945. Di usia yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa, ia sudah harus bekerja untuk membantu orang tuanya.
Di usia 14 tahun, ayahnya tiba-tiba pergi dan tidak kembali lagi. Untuk mencari nafkah, ibunya pun membawanya dan saudaranya untuk bekerja di Qingdao. Karena tidak tahan melihat ibunya bekerja sendiri untuk menopang seluruh keluarga, ia pun putus sekolah dan menjadi seorang perawat.

Pada masa menjadi perawat itulah, Chong berkenalan dengan seorang pria asal Thailand yang kemudian menjadi suaminya. Pada saat itu, ia mengira Tuhan telah melihat penderitaannya dan mengirimnya seorang pangeran tampan. Ia pikir sejak saat itu ia bisa hidup bahagia. Ia juga melahirkan 2 orang putri yang cantik dan hidup bahagia bersama suaminya selama 6 tahun.


Pada tahun 1974, suaminya tiba-tiba berkata ingin kembali ke Thailand dan berjanji untuk membawa Chong serta kedua putrinya setelah ia pulang untuk melihat situasi. Pada waktu itu, ekonomi Thailand jauh lebih berkembang daripada Tiongkok. Jika mereka sekeluarga pindah ke Thailand, tentu kehidupan mereka juga akan lebih baik.
Dan ternyata, suaminya tidak datang menjemput mereka setelah 3 tahun pulang. Chong kemudian membawa kedua putrinya ke Thailand untuk mencari suaminya. Begitu tiba, ia melihat kenyataan yang tidak dapat diterimanya. Suaminya menikah lagi dengan wanita lain di Thailand dan memiliki seorang putra.
Akhirnya terbongkar kalau suaminya menikah lagi karena mereka tidak memiliki anak laki-laki. Di Thailand, poligami juga diperbolehkan, sehingga keluarga suaminya membiarkannya untuk memiliki istri kedua. Tapi bagi Chong, ini merupakan pukulan yang berat bagi martabatnya.
Walaupun ia harus menerima suaminya berpoligami, tapi di bawah 'pemikiran kuno' yang lebih mementingkan anak laki-laki dibanding anak perempuan, ia dan kedua putrinya sudah pasti akan menerima perlakukan yang tidak adil. Akhirnya ia pun pergi meninggalkan suaminya beserta kedua putrinya dengan modal uang 200 dolar (sekitar 400 ribu Rupiah) di dompet.

Ketika transit di Hong Kong, ia menemukan bahwa ia tidak mampu lagi membeli tiket kembali ke Tiongkok. Ia dan putrinya pun terdampar di jalanan yang asing. Ia merasa sangat putus asa, tapi ketika memikirkan kedua anak perempuannya, ia pun bangkit lagi dan berusaha untuk tetap kuat.
Setelah bertanya kesana sini, Chong menyewa sebuah kamar kecil seluas 4 meter persegi di Causeway Bay. Untuk mencari nafkah, ia hanya tidur selama empat jam sehari dan menghabiskan sisa waktunya untuk bekerja.
Namun, ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Chong tidak sengaja terluka saat bekerja dan bosnya yang tidak bertanggung jawab bukan hanya tidak membayar biaya pengobatannya, tetapi juga membuat alasan untuk tidak membayar upah dan memecatnya.
Untungnya, dengan bantuan pengacara yang baik, Chong berhasil mengambil kembali upahnya 4.000 dollar (8 juta Rupiah) dan biaya kompensasi sebesar 30.000 dollar (60 juta Rupiah). Namun, Chong hanya mengambil kembali upahnya, tidak mengambil kompensasinya. Ia berkata bahwa "martabat lebih penting daripada uang".
Karena kesehatannya menurun, Chong tidak bisa lagi bekerja seperti dulu. Suatu kali, dia membuat pangsit untuk menjamu teman-temannya dan ternyata semua teman-temannya memuji pangsit yang ia buat, enak katanya. 

Kemudian atas saran seorang teman, ia pun memulai bisnis berjualan pangsit di pinggir jalan dengan bantuan dua putrinya.


Tidak ada yang menyangka bahwa dari situlah, bisnisnya maju terus hingga sekarang sudah diekspor ke berbagai negara.
Karena enak, pangsitnya dengan cepat menjadi terkenal di Hong Kong. Orang-orang rela antri sampai panjang demi makan semangkuk pangsit buatannya. 
Pada tahun 1983, pemilik Department Store Jepang Daimaru tiba-tiba datang ke Chong dan berkata bahwa ia ingin berinvestasi dalam bisnis pangsitnya dan memasarkannya di supermarket. Awalnya Chong menolak, dan pada akhirnya, setelah perusahaan itu terus berkompromi, akhirnya Chong setuju untuk memproduksi pangsit beku dengan merek 'Wanchai Wharf' dan masuk ke supermarket.
Kini, pangsit Wanchai Wharf tidak lagi hanya di Hong kong, tapi sudah ada di mana-mana. Tidak disangka Chong yang tadinya ditinggalkan oleh suaminya dan melarat di jalanan bersama kedua orang anaknya yang masih kecil, kini telah menjadi seorang pengusaha yang sukses dengan pendapatan tahunan sebesar 6 miliar dollar (triliunan Rupiah). Sungguh Tuhan memberkati!
Dengan usaha dan kerja keras sendiri, wanita juga bisa sukses dan bermartabat!

Sumber: toutiao


Seorang Anak Kecil Polos

Cerita ini diambil dari sebuah kisah nyata...

Cerita ini untuk mengingatkan kita akan Tuhan, dan semakin mencintainya secara mendalam...


Ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur, Filipina. Sehari-harinya, bocah ini menempuh suatu rute perjalanan yang melewati jalan berbatu dan melewati sebuah jalan raya yang berbahaya dimana banyak kendaraan melaju kencang dan tidak beraturan.


Setiap kali berhasil menyebrangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir sebentar ke gereja tiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan, yang dia anggap sebagai 'sahabatnya'.


Tindakannya selama ini diamati oleh seorang Pastur yang merasa terharu menjumpai sikap bocah lugu yang beriman tersebut.

Bagaimana kabarmu Andy? Apakah kamu akan ke sekolah?

Iya Bapa Pastor balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati. 


Dia begitu memperhatikan keselamatan Andy sehingga suatu hari dia berkata kepada bocah tersebut, "Jangan menyeberang jalan raya sendirian Andy, setiap kali pulang sekolah, kau boleh mampir ke gereja dan saya akan memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat.
Terima kasih bapa pastor.

Kenapa kau tidak pulang sekarang? Apakah kau tinggal di gereja setelah pulang sekolah?


Aku hanya ingin menyapa Tuhan...sahabatku. dan kemudian Pastor itu meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di depan altar untuk berbicara sendiri, tetapi Pastor tersebut tenyata tidak benar-benar meninggalkan Andy, dia bersembunyi di suatu tempat untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy dengan Tuhannya.


Tuhan, tahukah Kau,hari ini ujian matematikaku nilainya jelek, tetapi aku tidak mencontek, walaupun teman-temanku melakukannya. Aku makan satu kue dan minum airku. Ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanya kue ini Tuhan. Terima kasih atas kue ini, Tuhan. 


Tadi aku melihat anak kucing yang malang dan aku memberikan separuh dari kue ku untuk dimakannya, lucunya aku jadi tidak merasakan lapar lagi. Lihat ini Tuhan, selopku yang terakhir, mungkin minggu depan aku harus berjalan tanpa alas kaki sama sekali karena mungkin yang ini pun akan segera rusak. Tapi tak apalah, setidaknya aku berterima kasih karena aku masih bisa bersekolah. 

Orang-orang di kampung berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang sangat buruk tahun ini, bahkan beberapa temanku sudah berhenti dari sekolah karena hal ini, tolong bantu mereka ya Tuhan supaya mereka bisa kembali bersekolah lagi. Oh iya Tuhan, tahukah Kau, ibuku memukulku lagi dan itu sangat sakit rasanya, paling tidak aku masih mendapatkan perhatian dari seorang ibu. Maukah Kau melihat lukaku Tuhan? Aku sangat yakin Engkau akan segera menyembuhkan luka-lukaku ini. 

Tolong jangan marahi ibuku ya Tuhan, dia hanya sedang banyak pikiran, memikirkan biaya hidup keluarga kami dan memikirkan biaya sekolahku, itulah mungkin yang membuat ibu agak kesal. 

Oh iya Tuhan, aku baru ingat, dua hari lagi kan Engkau ulang tahun,apakah Engkau bergembira? Tunggu saja dua hari lagi Tuhan, aku punya sebuah hadiah kejutan untukmu. Aku harap kau akan menyukainya. Oooops sudah sore Tuhan, aku pulang dulu yah"

Bapa Pastor, aku sudah selesai berbicara dengan sahabatku, sekarang kau bisa mengantarkanku pulang


Kegiatan ini berlangsung setiap hari dan ia tak pernah absen sekalipun.



Pastor Agathon berbagi cerita ini kepada jemaat di gerejanya setiap hari minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang begitu murninya kepada Tuhan. Selalu berpikir positif dalam situasi yang negatif sekalipun.


Pada hari Natal, Pastor Agaton jatuh sakit sehingga tidak bisa memimpin gereja untuk beberapa hari karena ia harus dirawat di rumah sakit. Gereja tersebut untuk sementara dirawat dan dijaga oleh 4 orang wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala sesuatu yang orang lain perbuat. Mereka juga selalu mengutuk orang-orang yang menyinggung mereka.


Suatu ketika 4 orang wanita tua tersebut sedang berdoa, Andy tiba-tiba datang seperti biasa untuk menyapa Sahabatnya itu.  Halo Tuhan, aku datang....

Kurang ajar kamu bocah! Tidakkah kamu lihat kalau kami sedang berdoa? Keluar kamu!

Andy begitu terkejut dan terpukul dan ia berkata, dimana Bapa Pastor? Seharusnya dia membantuku menyebrangi jalan. Dia menyuruhku untuk mampir setiap aku pulang dari sekolah. Aku juga harus menyapa Tuhan karena hari ini hari ulangtahunNya dan akupun punya hadiah untuk Dia.


Ketika Andy hendak mengambil hadiah itu dari tasnya, seorang dari 4 wanita tersebut menariknya dari altar dan mendorongnya keluar gereja sambil menghardiknya, keluar kau bocah!


Andy kecewa berat, tapi dia tidak punya pilihan lain, dia harus pulang dan menyeberangi jalan sendirian. Pada saat menyebrang jalan, tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan kencangnya. 

Andy sedang ingin menyimpan hadiah yang dibawanya itu ke dalam saku bajunya, sehingga dia tidak sempat melihat bus yang melaju cepat itu dan tentu saja tidak dapat menghindar dari bis tersebut dan ia pun TEWAS seketika. 


Orang-orang disekitarnya langsung berlarian mengerumuni bocah malang yang sudah tidak bernyawa lagi itu. 

Tiba-tiba, entah darimana datangnya, ada Seorang Pria mengenakan pakaian serba putih dengan wajah yang halus dan lembut datang menghampiri jasad Andy. Dengan berlinangan air mata dia datang dan memeluk bocah malang tersebut. Dia menangis sejadi-jadinya. 
Orang-orang penasaran dan bertanya kepada pria jubah putih tersebut, Maaf tuan, apakah tuan mengenal anak ini? Tentu saja, dia adalah sahabatku, balas pria tersebut. 

Dia mengambil bungkusan hadiah dari saku bocah tersebut dan menaruhnya di dadanya. Dia lalu berdiri sambil menggendong bocah malang tersebut, kemudian keduanya menghilang dari pandangan orang-orang tersebut. Orang-orang yang berkerumun itu menjadi semakin penasaran dan takjub melihat kejadian yang baru saja terjadi di depan mata mereka.


Beberapa hari kemudian, Pastor Agaton menerima berita yang sangat mengejutkan. Dia segera berkunjung ke rumah orang tua Andy untuk memastikan kabar kematian Andy sekaligus "berita aneh" yang berkembang di sekitar gereja.



Bagaimana anda mengetahui putra anda meninggal? Seorang pria berjubah putih membawanya kepada kami" ucap ibu Andy sambil terisak. Apa Katanya? tanya Pastor, ayah Andy berkata, Dia tidak mengucapkan satu kata pun. Dia sangat berduka dan kehilangan, kami tidak mengenalnya, namun dia terlihat sangat kehilangan, sepertinya dia begitu mengenal Andy dengan baik.


Tapi ada suatu kedamaian yang sulit diungkapkan mengenai Pria tersebut,lanjut ayah Andy. Dia menyibakkan rambut Andy dan mencium keningnya, kemudian Dia membisikkan sesuatu. Apa katanya? Pastor Agaton menjadi semakin penasaran. Dia berkata Terima kasih Andy buat kadonya, aku sangat menyukainya, Aku akan segera berjumpa denganmu dan Engkau akan selalu bersamaku sahabatku.

Anda tahu, aku kemudian merasa semuanya begitu indah.. aku menangis tapi aku tak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu, aku menangis karena ada perasaan bahagia, aku tidak dapat menjelaskannya Bapa Pastor, tetapi ketika Dia meninggalkan kami, ada suatu kedamaian yang memenuhi hati kami, aku merasakan kasih yang begitu mendalam di hatiku. Aku tahu putraku sudah berada di Surga sekarang ini.


Tapi tolong kami Bapa Pastor, bisakah engkau memberitahu kami, siapakah pria yang sering diajak bicara oleh putraku di gereja? Anda pastinya tahu, karena anda berada disana hampir setiap hari kecuali di saat Andy meninggal dimana engkau sedang dirawat di rumah sakit.

Seketika Pastor Agaton menitikkan air mata dan dengan lutut yang gemetaran dan dia berkata, "Andy tidak berbicara dengan siapa-siapa di gereja... kecuali dengan TUHAN"....
Tuhan sendiri yang menjemput Andy saat kematiannya.



Cerita dari Inspiratif Katholik FB