Anak Kecil

Suatu ketika terlihat dua anak kecil kakak beradik sedang berebut sebuah mainan di depan teras rumah. Mereka memperebutkan sebuah mainan robot-robotan.

“Mainan ini miliku!” kata anak itu sanbil menarik mainan robot yang di pegang adiknya.
“Adik pinjam sebentar!” kata sang adik sambil memegang mainan tersebut.
“Ga boleh, kakak mau main!” kata sang kakak. Karena tidak sabar, sang kakak mulai memukul kepala sang adik.
“Waaaaaaaaaaa, kakak jahat, kakak jahat!” sang adik menangis dan berlari menuju ibunya. Sang Ibu terlihat berusaha mendiamkan dengan mencarikan mainan pengganti.
Tak lama kemudian, sang adik mendekati kakaknya, dan memamerkan mainan barunya kepada kakaknya.
“Mainanku lebih bagus!” dengan bangga sang adik berbicara kepada kakaknya.
“Ah, biasa aja! Yuk main bareng!” ajak sang kakak kepada adiknya.
Kemudian sang adik bermain bersama kakaknya kembali dengan canda dan tawa. Sang adik melupakan rasa sakitnya karena dipukul oleh kakaknya tadi.

Note:
Seharusnya kita malu kepada sikap anak-anak kecil. Mereka mudah sekali melupakan dan memaafkan kesalahan saudaranya sendiri. Tidak butuh waktu lama mereka untuk akur kembali. Bahkan mereka tidak membutuhkan kata maaf dari saudaranya.
Sungguh beda dengan diri kita. Berat sekali kita memaafkan kesalahan seseorang. Jangankan yang belum meminta maaf, yang sudah meminta maafpun kita merasa berat untuk memberikan kata maaf. Bahkan kita enggan menatap wajahnya. Memendam kemarahan hingga bertahun-tahun. Tanpa sadar kita telah memendam banyak bara amarah dalam diri kita.

Sahabatku, belajarlah utuk mudah memaafkan orang lain. Lupakanlah kesalahan mereka dan sebaliknya ingatlah selalu jasa mereka. Buanglah benih-benih amarah dalam diri kita dengan pemberian maaf yang tulus dan ikhlas. Bahkan ketika mereka belum meminta maaf kepada kita. Yakinlah, suatu saat anda akan terkejut, bahwa hidup ini ternyata sungguh jauh lebih indah dari biasanya karena ada damai dan sukacita ketika kita saling memaafkan.



Thanks for sharing Nathania


Mengapa Orang Jenius Seperti Bangsa Yahudi Tidak Percaya Pada Yesus Kristus Adalah Tuhan

Karena untuk Percaya dan Ber-iman tidak-lah bergantung pada PINTAR-nya seseorang. Kadang kala orang pinter dan jenius secara lahiriah jasmani, tetapi secara rohani, TIDAK. Mungkin kita pernah bertemu dengan seseorang yang pandai memberikan pidato disana sini sangat hebat tetapi ketika disuruh berdoa tidak bisa berbuat banyak, ini salah satu contoh bahwa orang bisa jenius secara jasmani, tetapi TIDAK secara ROHANI.

Jadi untuk percaya pada Tuhan Yesus Kristus tidak-lah tergantung pada jenius atau tidak jenius jasmani seseorang, tetapi memang orang jenius jasmani jika percaya pada Yesus Kristus bisa dituntun oleh Tuhan untuk berbuat banyak hal, yang sangat luar biasa. 

Contoh:  Paulus. Petrus dan Yohanes secara pendidikan jasmani mereka tidak tinggi, mereka adalah ex Nelayan tetapi mereka belajar dari Tuhan Yesus Kristus secara Rohani maka mereka menjadi Para Rasul yang luar biasa.Tetapi tidak jaminan bahwa seseorang yang jenius secara jasmani pasti bisa percaya pada Tuhan Yesus Kristus.

Kalau kita melihat dari sudut pandang Allah bahwa Iman adalah Anugerah, Karunia.


Siapapun kita sejenius apapun kita, jika Bapa tidak menarik, kita tidak akan bisa beriman dan percaya pada Yesus Kristus, ANUGERAH.




Beriman pada Kristus adalah Karunia Bapa. Seseorang yang bertobat dalam arti percaya pada Yesus, pada Penebusan Yesus Kristus adalah Karunia Allah, bukan bukan usaha kita. Bagi kita yang bisa percaya pada Yesus Kristus, bukan-lah hebatnya kita. Tapi Karena Allah menarik kita dan mengaruniakan Iman, maka Iman itu sendiri adalah ANUGERAH. Jika ada seribu orang pinter jenius pun, jika Allah tidak mengaruniakan atau Allah tutup pintu Kebenaran pada mereka, mereka tidak akan ber-Iman pada Kristus.



Bagi kita yang sudah percaya, Marilah kita mengucap Syukur kepada Allah atas Kasih Karunia, Anugerah yang diberikan kepada kita orang percaya. 

Lalu untuk apa kita percaya kalau memang harus Allah yang tarik sendiri? Masalahnya kita tidak pernah tahu kita ditarik Allah atau tidak, kita hanya bisa bertindak yang menjadi bagian kita sebagai manusia yaitu memberitakan Firman Tuhan, menjadi Terang dan Garam Dunia, selebihnya Allah akan bertindak Bagian-Nya.









Polikarpus

 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Polikarpus dari Smirna, mati sebagai martir sekitar usia 87 tahun. Sekitar 155–167 Masehi merupakan uskup Gereja di Smirna (sekarang adalah daerah Izmir di Turki) pada abad ke 2. Ia ditikam dan mati sebagai martir setelah usaha untuk membakarnya hidup-hidup pada tiang pancang gagal. Polikarpus dikenal sebagai seorang Santo oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur. Menurut kisah, Polikarpus adalah murid langsung dari Yohanes yang merupakan penulis Injil Yohanes. Kira-kira 40 tahun sebelumnya, ketika Polikarpus memulai pelayanan sebagai uskup, seorang Bapa Gereja Ignatius telah menulis surat khusus untuknya. Polikarpus telah menulis surat untuk orang-orang Filipi. Meskipun surat tersebut tidak begitu cemerlang ataupun merupakan pendapatnya sendiri, namun mengandung unsur-unsur kebenaran yang ia pelajari dari para gurunya. Polikarpus tidak mengulas Perjanjian Lama, seperti orang-orang Kristen yang muncul kemudian tetapi ia menyitir para rasul dan pemuka gereja lainnya untuk meyakinkan orang-orang Filipi.
Kira-kira satu tahun sebelum kemartirannya, Polikarpus berkunjung ke Roma untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tentang tanggal Hari Raya Paskah dengan Uskup Roma. Ada cerita yang mengisahkan bahwa ia terlibat dalam perdebatan dengan Marcion yang ia juluki Anak sulung setan. Ajaran-ajaran para rasul yang ditampilkannya telah membuat beberapa pengikut Marcion bertobat.

Polikarpus dan Papias
Polikarpus adalah sahabat dari Papias (Irenaeus V.xxxii) yang termasuk Pendengar Yohanes yang lain, seperti interpretasi Ireneus dari kesaksian Papias dan sebuah surat Ignatius dari Antiokhia. Ignatius mengirimkan surat kepadanya dan menyebutkan namanya pada surat kepada jemaat Efesus dan Magnesia. Murid Polikarpus yang paling dikenal adalah Ireneus yang menulis sejumlah kenangan mengenai Polikarpus dan menjadi mata rantai yang menghubungkannya dengan rasul-rasul terdahulu.
Ireneus menceritakan bagaimana dan kapan ia menjadi seorang Kristen. Ia menyatakan pada bagian awal suratnya kepada Florinus bahwa ia bertemu dan mendengarkan Polikarpus secara pribadi di Asia Kecil. Pada keterangan-keterangan selanjutnya, ia mencatat hubungan Polikarpus dengan Yohanes Sang Penginjil dan dengan orang-orang lain yang telah bertemu Yesus. Ireneus juga melaporkan bahwa Polikarpus menerima Kristus oleh ajaran para rasul sendiri, ditahbiskan menjadi seorang uskup dan berkomunikasi dengan banyak orang yang telah bertemu dengan Yesus. Menjelang mati martir Polikarpus, ia memberitahukan sendiri usia ketika ia mati dengan mengucapkan kalimat, "Delapan puluh enam tahun aku telah melayani Dia" yang kemudian dimengerti bahwa ia telah berusia 86 tahun pada saat itu dan telah dibaptiskan ketika masih bayi.

Kunjungan ke Anisetus, Uskup Roma
Polikarpus mengunjungi Roma saat sahabat Syria-nya yang bernama Anisetus menjadi uskup Gereja Roma sekitar tahun 150 atau 160-an Masehi. Mereka berdua merayakan perayaan Paskah Kristen secara berbeda. Polikarpus mengikuti praktek Timur dalam merayakan Paskah yaitu pada 14 bulan Nisan yang bertepatan dengan Paskah Yahudi tanpa memperhatikan pada hari apa Paskah itu jatuh.

Tulisan-tulisan dan catatan-catatan awalnya
Seluruh karya yang tersisa adalah suratnya kepada jemaat Filipi yang merupakan kepingan keterangan kepada Perjanjian Baru. Surat itu dan sebuah catatan Polikarpus mengenai mati martir Martyrdom of Polycarp ditemukan sebagai surat berantai dari Gereja Smirna kepada Gereja-gereja Pontus. Surat-surat tersebut membentuk kumpulan tulisan-tulisan dari Bapa Gereja Apostolik untuk menegaskan kedekatan mereka dengan Para Rasul dalam Tradisi Gereja. Mati martir diyakini sebagai daftar catatan asli Para Martir Kristen yang ditulis paling awal dan merupakan salah satu dari sedikit catatan asli dari tahun-tahun penganiayaan Kristen.

Akhir hidup
Kisah akhir hidup Polikarpus dicatat dalam surat dari jemaat di Smirna yang dinamai The Martyrom of Polycarp, Kematian Martir Polikarpus.
Karena orang-orang Kristen menolak menyembah kaisar dan dewa-dewa Romawi tetapi memuja Kristus secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing mereka dianggap orang kafir. Orang-orang Smyrna memburu orang-orang Kristen dengan pekikan, Enyahkan orang-orang kafir. Polikarpus, uskup yang disegani di kota itu, diburu oleh prajurit Smyrna. Para prajurit itu sudah mengirim orang-orang Kristen lainnya untuk dibunuh di arena, kini mereka menghendaki sang pemimpin. Polikarpus telah meninggalkan kota itu dan bersembunyi di sebuah ladang milik teman-temannya. Bila pasukan mulai menyergap, ia pun melarikan diri ke ladang lain. Meskipun hamba Tuhan ini tidak takut mati dan memilih berdiam di kota, teman-temannya mendorongnya bersembunyi. Mungkin karena mereka takut kalau-kalau kematiannya akan memengaruhi ketegaran Gereja.
Ketika polisi mendatangi ladang pertama, mereka menyiksa seorang budak untuk mencari tahu tentang Polikarpus. Kemudian mereka menyerbu dengan senjata lengkap untuk menangkap Uskup itu. Meskipun ada kesempatan lari, Polikarpus memilih tinggal di tempat dengan tekad, Kehendak Allah pasti terjadi. Di luar dugaan, ia menerima mereka seperti tamu, memberi mereka makan dan meminta izin selama satu jam untuk berdoa. Ia berdoa dua jam lamanya. Beberapa penangkap merasa sedih menangkap orang tua yang begitu baik. Dalam perjalanan kembali ke Smyrna, kepala prajurit yang memimpin pasukan itu berkata, Apa salahnya menyebut Tuhan Kaisar dan mempersembahkan bakaran kemenyan? Dengan tenang Polikarpus mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya. Gubernur Romawi yang mengadili berusaha mencarikan jalan keluar untuk membebaskan Uskup tua itu. Hormatilah usiamu Pak Tua, seru gubernur Romawi itu. Bersumpahlah demi berkat Kaisar. Ubahlah pendirianmu serta berserulah, Enyahkan orang-orang kafir! Sebenarnya, gubernur Romawi ingin Polikarpus menyelamatkan diri dengan melepaskan diri dari orang-orang Kristen yang dianggap kafir. Namun, Polikarpus hanya memandang kerumunan orang yang sedang mencemohkannya. Sambil mengisyaratkan ke arah mereka, ia berseru, Enyahkan orang-orang kafir! Gubernur Romawi itu berusaha lagi: Angkatlah sumpah dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!
Polikarpus pun berdiri dengan tegar. Ia mengatakan kalimat terakhirnya yang terkenal, "Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja (Kristus) yang telah menyelamatkanku?"
Pertukaran pendapat antara sang uskup dan gubernur Romawi berlanjut. Pada suatu saat, Polikarpus menghardik lawan bicaranya: Jika kamu... berpura-pura tidak mengenal saya, dengarlah baik-baik: Saya adalah seorang Kristen. Jika Anda ingin mengetahui ajaran Kristen, luangkanlah satu hari khusus untuk mendengarkan saya. Gubernur Romawi itu pun mengancam akan melemparkan dia ke binatang-binatang buas. Panggil binatang-binatang itu! Seru Polikarpus. Jika hal itu akan mengubah keadaan buruk menjadi baik tetapi bukan keadaan yang lebih baik menjadi lebih buruk. Ketika diancam akan dibakar, Polikarpus menjawab, Apimu akan membakar hanya satu jam lamanya, kemudian akan padam namun api penghakiman yang akan datang adalah abadi. Akhirnya Polikarpus dinyatakan sebagai orang yang tidak akan menarik kembali pernyataan-pernyataannya. Rakyat Smyrna pun berteriak: Inilah guru dari Asia, bapa orang-orang Kristen, pemusnah dewa-dewa kita, yang mengajar orang-orang untuk tidak menyembah dewa-dewa dan mempersembahkan korban sembelihan. Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup. la diikat pada sebuah tiang dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata, badannya tidak termakan api. la berada di tengah, tidak seperti daging yang terbakar tetapi seperti roti di tempat pemanggangan atau seperti emas atau perak dimurnikan di atas tungku perapian. Kami mencium aroma yang harum, seperti wangi kemenyan atau rempah mahal. Ketika seorang algojo menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.
Kisah ini tersebar kepada jemaat-jemaat ke seluruh kekaisaran. Gereja menyimpan laporan-laporan semacam itu dan mulai memperingati hari-hari kelahiran serta kematian para martir. Bahkan mereka mengumpulkan tulang-tulang serta peninggalan lainnya. Tanggal kematian Polikarpus diperdebatkan. Eusebius mencatat kematiannya pada masa pemerintahan Marcus Aurelius 166–167 Masehi. Namun, sebuah catatan yang ditambahkan setelah masa Eusebius menuliskan kematian Polikarpus pada Sabtu 23 Februari pada masa pemerintahan konsul Statius Quadratus yang berkuasa pada 155 atau 156 Masehi. Tanggal yang ditulis sebelumnya lebih cocok kepada tradisi yang memberitahukan hubungan Polikarpus dengan Ignatius dan Yohanes Sang Penginjil. Setiap tanggal 23 Februari, diperingati hari kelahiran Polikarpus masuk ke surga.

Sabat Agung
Karena surat jemaat Smirna yang dikenal sebagai mati martirnya Polikarpus menyatakan bahwa Polikarpus dibunuh pada Sabat Agung, beberapa pihak berpendapat bahwa tulisan tersebut adalah bukti bahwa Gereja Smirna yang dipimpin oleh Polikarpus menjalankan ibadah Sabat pada hari ketujuh, Sabtu. Pihak yang lain mengatakan bahwa Sabat Agung yang dimaksudkan merujuk kepada Paskah Kristen atau hari-hari besar yang lain. Jika hal tersebut benar, maka kematian Polikarpus terjadi antara 1 dan 2 bulan setelah tanggal 14 bulan Nisan tanggal saat Polikarpus merayakan Paskahyang tidak mungkin terjadi sebelum akhir bulan Maret. Sabat Agung yang lain jika ingin merujuk kepada hari-hari besar Yahudi dirayakan pada musim semi, akhir musim panas atau musim gugur. Tidak ada perayaan pada musim dingin.

Peranan
Polikarpus memegang peranan penting dalam sejarah Gereja Kristen. Dia termasuk diantara orang-orang Kristen perdana yang tulisan-tulisannya masih tersisa. Dia adalah Uskup dari sebuah Gereja penting di tempat di mana Para Rasul bekerja. Dan dia hidup pada masa di mana ortodoksi nilai-nilai tradisi, ajaran dan kebiasaan turun-temurun diterima secara luas oleh Gereja-gereja Ortodoks, Gereja-gereja Timur, kelompok-kelompok yang masih menjalankan Sabat pada hari ketujuh dan kelompok-kelompok yang mirip dengan Protestan dan Katolik. Polikarpus bukan seorang filsuf atau teolog. Dari catatan-catatan yang tersisa, ia muncul sebagai pemimpin ibadah dan guru yang berbakat. Seorang dengan kelas yang lebih tinggi dan saksi kebenaran yang tabah daripada Valentinus dan Marsion dan bidat-bidat yang lain, kata Ireneus yang mengingatnya sejak masa mudanya. Adversus Haereses III.3.4
Ia hidup pada masa setelah wafat Para Rasul, ketika bermacam-macam interpretasi ajaran Yesus diajarkan. Peranannya adalah dengan menegaskan ajaran asli yang didapatkan dari Rasul Yohanes. Catatan yang tersisa menunjukkan keberanian di wajah Polikarpus tua saat menghadapi kematian dengan dibakar pada tiang pancang. Kematian martir Polikarpus sangat penting untuk memahami posisi Gereja ketika Kekaisaran Romawi masih menganut agama kafir. Ketika penganiayaan masih didukung oleh jenderal-jendral konsul lokal, berbagai penulis mencatat betapa haus darahnya orang-orang yang meneriakkan kematian bagi Polikarpus. Catatan-catatan tersebut juga menunjukkan kebencian tak mendasar pemerintah Romawi terhadap kekristenan, ketika orang-orang Kristen diberikan kesempatan untuk tidak dihukum jika mau mengingkari imannya dan mengaku bahwa menjadi seorang Kristen berarti telah melakukan tindakan kriminal. Sistem pengadilan yang ganjil ini di kemudian hari dicemooh oleh Tertullianus orang yang pertama kali memperkenalkan ajaran Trinitas dalam buku Pembelaan Apologi-nya. Polikarpus adalah seorang penyebar dan pemurni wahyu Kristen yang hebat masa Injil dan surat-surat mulai diterima secara luas. Meskipun kunjungan ke Roma untuk bertemu uskup Roma digunakan pihak Gereja Katolik Roma untuk memperkuat klaim keutamaan Roma sistem kepausan, namun sumber-sumber Katolik menyatakan bahwa Polikarpus tidak menerima kuasa dari uskup Roma untuk mengganti hari Paskah bahkan Polikarpus dan Anicetus uskup Roma setuju untuk tidak setuju. Keduanya percaya bahwa praktek Paskah mereka sesuai dengan tradisi Rasuli. Penerus spiritual Polikarpus seperti Melito dari Sardis dan Polikrates dari Efesus sependapat dengan hal yang sama.

Ada 4 sumber utama mengenai Polikarpus:
Surat otentik Ignatius dari Antiokhia, yang salah satunya ditujukan kepada Polikarpus.
Surat Polikarpus kepada Gereja Filipi.
Bagian-bagian dalam Adversus Haeresis karya Ireneus.
Dan surat dari jemaat Smirna yang menceritakan kematian syahid Polikarpus.




We can do no great things, only small things with great love

 Kita mungkin tidak bisa melakukan hal besar, Tapi kita bisa melakukan hal kecil dengan Cinta yang Besar. ( Da Ai )

Inilah cerita dari ibu Teresa sebelum kematiannya:
Kalau saya memungut seseorang yang lapar dari jalan, saya beri dia sepiring nasi, sepotong roti. Tetapi seseorang yang hatinya tertutup, yang merasa tidak dibutuhkan, tidak dikasihi, dalam ketakutan, seseorang yang telah dibuang dari masyarakat - kemiskinan spiritual seperti itu jauh lebih sulit untuk diatasi.
Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah
Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan dan salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk. Saya memberitahu para suster: Kalian merawat yang tiga, saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk.
Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata: Terima kasih, lalu ia meninggal.
Saya tidak bisa tidak, harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya: Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia? Dan jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri. Mungkin saya berkata: Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan atau lainnya.
Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak, ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia meninggal dengan senyum di wajahnya. Lalu ada seorang laki -laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata: Saya telah hidup seperti hewan di jalan tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan.
Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah: Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan lalu ia meninggal.
Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.
* Hidup adalah kesempatan, gunakan itu.
* Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
* Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
* Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
* Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
* Hidup adalah mahal, jaga itu.
* Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
* Hidup adalah kasih, nikmati itu.
* Hidup adalah janji, genapi itu.
* Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
* Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
* Hidup adalah perjuangan, perjuangkanlah itu
* Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
* Hidup adalah petualangan, lewati itu.
* Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
* Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
* Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.

We can do no great things, only small things with great love - Mother Teresa



Thanks for sharing Nathania

Pencuri

Suatu ketika, tinggallah sebuah keluarga kaya. Keluarga itu, terdiri dari orangtua dan kedua anak laki-lakinya. Kekayaan mereka sangatlah berlimpah. Lumbung mereka penuh dengan tumpukan padi dan gandum. Ladang mereka luas, lengkap dengan ratusan hewan ternak.

Namun, pada suatu malam, ada pencuri yang datang ke lumbung mereka. Sebagian besar padi yang baru dituai, lenyap tak berbekas. Tak ada yang tahu siapa pencuri itu. Kejadian itu terus berulang hingga beberapa malam berikutnya. Tetapi tak ada yang mampu menangkap pencurinya.
Sang tuan rumah tentu berang dengan hal ini. Pencuri terkutuk! Akan kuikat dia kalau sampai kutangkap dengan tanganku sendiri. Begitu teriak sang tuan rumah. Aku akan menangkap sendiri, biar rasakan pembalasanku.
Kedua anaknya, mulai ikut bicara. Ayah, biarlah kami saja yang menangkap pencuri itu. Kami sudah cukup mampu melawannya. Kami sudah cukup besar, tentu, pencuri-pencuri itu akan takluk di tangan kami. Ijinkan kami menangkapnya Ayah!
Tak disangka, sang Ayah berpendapat lain. Jangan. Kalian masih muda dan belum berpengalaman. Kalian masih belum mampu melawan mereka. Lihat tangan kalian, masih tak cukup kuat untuk menahan pukulan. Ilmu silat kalian masih sedikit. Kalian lebih baik tinggal saja di rumah. Biar aku saja yang menangkap mereka. Mendengar perintah itu, kedua anaknya hanya mampu terdiam.
Penjagaan memang diperketat, namun, tetap saja keluarga itu kecurian. Sang Ayah masih saja belum mampu menangkap pencurinya. Malah, kini hewan ternak yang mulai diambil. Ia sangat putus asa dengan hal ini. Dengan berat hati, didatangilah Kepala Desa untuk minta petunjuk tentang masalah yang dialaminya. Diceritakannya semua kejadian pencurian itu.
Kepala Desa mendengarkan dengan cermat. Ia hanya berkata, Mengapa tak biarkan kedua anakmu yang menjaga lumbung? Mengapa kau biarkan semua keinginan mereka tak kau penuhi? Ketahuilah, wahai orang yang sombong, sesungguhnya, engkau adalah pencuri harapan-harapan anakmu itu. Engkau tak lebih baik dari pencuri-pencuri hartamu. Sebab, engkau tak hanya mencuri harta tapi juga mencuri impian-impian dan semua kemampuan anak-anakmu. Biarkan mereka yang menjaganya dan kau cukup sebagai pengawas.
Mendengar kata-kata itu, sang Ayah mulai sadar. Pada esok malam, diijinkanlah kedua anaknya untuk ikut menjaga lumbung. Dan tak berapa malam kemudian, ditangkaplah pencuri-pencuri itu, yang ternyata adalah penjaga lumbung mereka sendiri.

Note:
Pernahkan kita bertanya kepada anak kecil tentang cita-cita dan harapan mereka? Ya, bisa jadi kita akan mendapat beragam jawaban. Suatu ketika mereka akan menjadi pilot dan ketika lain mereka memilih untuk menjadi dokter. Suatu saat mereka akan mengatakan ingin bisa terbang dan saat lain berteriak ingin dapat berenang seperti ikan. Walaupun pada akhirnya kita tahu hanya ada satu jawaban kelak. Namun, pantaskah jika kita melarang mereka semua untuk punya harapan dan impian?
Seperti ddalam cerita diatas, ada banyak pencuri-pencuri impian yang berkeliaran di sekitar kita. Mereka, mencuri semua impian dan merampas harapan-harapan yang kita lambungkan. Mereka selalu menghadang setiap langkah kita untuk mencapai tujuan-tujuan hidup.
Bisa jadi, pencuri-pencuri itu bisa hadir dalam bentuk orangtua, teman, saudara atau bahkan rekan kerja. Namun, yang sering terjadi adalah kita sendirilah pencuri harapan dan impian itu. Kita sendirilah pencuri yang paling besar menghadang setiap langkah. Kita sering temukan dalam diri, perasaan takut, ragu dan bimbang dalam melangkah.
Terlalu sering kita mendengarkan suara kecil yang mengatakan, Saya tidak bisa, saya tidak mampu. Atau sering kita berucap, Sepertinya, saya tak akan mungkin mengatasinya. Jangan lakukan ini sekarang, lakukan nanti saja. Terus seperti itu. Kegagalan, sering kita jadikan peniadaan dalam melangkah.
Namun, seringkali bisa keliru..
Kegagalan, adalah sebuah cara Allah untuk menunjukkan kepada kita tentang arti Ijin Keberhasilan. Kegagalan adalah pertanda tentang sebuah usaha yang tak akan berakhir. Kegagalan adalah sebuah pelajaran tentang bagaimana meraih semua harapan yang terlewat.
Memang, tak ada kesuksesan yang diraih dalam semalam. Karena itu, yakinlah dengan kesabaran kita akan dapat meraih harapan dan impian. Maka, yakinlah dengan semua impian kita. Jika kita mampu dan nurani kita mengatakan setuju, jangan biarkan orang lain mencuri impian itu, terutama oleh diri kita sendiri. Dan jangan jadikan diri kita pencuri-pencuri impian orang lain. Yakinlah yang terbaik pasti terjadi, sebab Allah selalu akan bersama kita.





Thanks 4 sharing Nathania